Selamat Datang di fiqyud.blogspot.com , semoga informasi ini berguna bagi anda. jangan lupa berkunjung kesini lagi ya..

Kamis, 08 Oktober 2009

Cinta tak terbalas RI-timteng


GEMPA yang mengguncang Padang, Sumatera Barat, pada 30 September 2009 telah meninggalkan banyak korban jiwa. Menurut data PBB, jumlah yang meninggal telah mencapai 1.100 orang. Sementara itu, menurut data pemerintah Indonesia, korban jiwa berkisar 605 orang dan korban hilang 960 orang.

Kerusakan dan korban jiwa akibat gempa bumi, khususnya yang terjadi di Padang, telah mengetuk banyak negara untuk segera mengirimkan bantuan. Negara-negara tersebut, antara lain, Singapura, Rusia, Jepang, Australia, Denmark, dan Amerika Serikat.

Dalam hal bantuan dari negara asing itu, yang menjadi pertanyaannya adalah mengapa negara-negara di kawasan Timur Tengah (Timteng) kurang proaktif dalam memberikan bantuan terhadap bencana gempa bumi di Padang? Pertanyaan tersebut sangat menarik untuk kita diskusikan karena hubungan Indonesia dan negara-negara di Timur Tengah memiliki sejarah panjang, baik di level keagamaan maupun budaya.

Definisi mengenai Timur Tengah sebetulnya sangat mudah untuk diperdebatkan (debatable). Hal itu terjadi karena definisi mengenai Timur Tengah bermakna politik dan keamanan karena digunakan Inggris sebelum Perang Dunia I dalam menyebarkan pengaruhnya dan simplifikasi wilayah sesuai dengan parameter Inggris.

Negara-negara yang masuk kategori wilayah Timur Tengah adalah Bahrain, Siprus, Mesir, Turki, Iran, Iraq, Israel, Jordania, Kuwait, Lebanon, Oman, Qatar, Arab Saudi, Syriah, Uni Emirat Arab, Yaman, dan Palestina. Negara-negara tersebut dianggap memiliki dimensi penting, baik secara agama, wilayah, maupun bahasa.

Gempa di Padang memberikan catatan kepada kita bahwa ikatan emosional antara Indonesia dan negara-negara di kawasan Timur Tengah kurang kuat. Hal itu bisa dilihat dari kurang sensitifnya negara-negara di wilayah Timur Tengah dalam mengulurkan bantuan kemanusiaan ke korban gempa, baik di Jogjakarta maupun Padang.

Negara Timur Tengah yang sudah mengirimkan bantuan ke Padang hanyalah Uni Emirat Arab (UEA). Fenomena tersebut tentu kurang representatif jika dibandingkan dengan banyaknya negara di Timur Tengah. Hal itu tentu memberikan sinyal kepada kita bahwa ada yang tidak beres dalam hubungan antara Indonesia dan negara-negara di Timur Tengah.Indonesia dan negara-negara Timur Tengah sebetulnya memiliki ikatan emosional yang kuat. Hal tersebut terkait dengan posisi Mesir di era Gamal Abdul Nasser yang merupakan negara pertama di Timur Tengah yang mengakui kemerdekaan Indonesia pascalepas dari Jepang. Hubungan Indonesia dengan negara-negara Timur Tengah mengalami pasang surut seiring dinamika politik dan keamanan di dunia internasional dengan munculnya dua blok, yakni blok Barat (AS) dan blok Timur (Uni Soviet).

Dalam perjalanan sejarahnya, pemerintahan Soeharto lebih merapat ke Barat dan mengambil posisi kebijakan luar negeri yang lebih mendekat ke AS dan Eropa. Fenomena tersebut menjadikan hubungan Indonesia dengan negara-negara Timur Tengah menjadi kurang harmonis.

Hal yang sama dilakukan negara-negara Timur Tengah terhadap Indonesia. Negara-negara Timur Tengah menganggap Indonesia bukan negara tujuan utama dalam kebijakan politik luar negeri sehingga mengakibatkan banyak investasi negara-negara Timur Tengah yang dimasukkan ke AS dan negara-negara Eropa.

Pascareformasi mulai era Gus Dur sampai Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Indonesia menunjukkan keinginan untuk merajut hubungan yang baik dengan negara-negara Timur Tengah seperti Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Qatar. Tetapi, kunjungan kenegaraan, mulai pemerintahan Gus Dur sampai SBY, hanya mendapatkan janji-janji manis dari negara-negara tersebut.

Fenomena itu kemudian berdampak pada kurang pedulinya negara-negara Timur Tengah untuk mengulurkan bantuan bagi korban bencana di Indonesia. Masalah gempa Jogjakarta dan Padang membuktikan bahwa yang kali pertama memberikan bantuan bukan negara Timur Tengah, tetapi Eropa, Jepang, Singapura, dan Australia.Timur Tengah dalam organisasi Departemen Luar Negeri (Deplu) tidak berdiri sendiri, tetapi dalam satu naungan dengan wilayah Asia Pasifik dan Afrika. Hal itu mengindikasikan bahwa Timur Tengah tidak menjadi prioritas kebijakan dalam politik luar negeri Indonesia. Hal tersebut berdampak pada jumlah KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) di Timur Tengah.

Pemerintah Indonesia hanya memiliki 16 kedutaan di Timur Tengah. Mesir dan Arab Saudi menjadi KBRI kelas satu yang dibuktikan dengan penempatan DCM (deputy chief of the mission). Sementara untuk yang lain, hanya ada duta besar dengan lima sampai enam pejabat diplomatik. Untuk konsulat jenderal, Indonesia hanya menempatkannya di Jeddah dan Dubai.

Hal itu tentu berbeda dengan perlakuan Indonesia terhadap AS. Selain satu KBRI di Washingthon, Indonesia menempatkan konjen di Los Angeles, New York, San Francisco, Houston, dan Chicago.

Fenomena cinta tak terbalas dan struktur di Deplu yang menempatkan Timur Tengah sebagai ''kelas kedua" mengakibatkan renggangnya hubungan antara Indonesia dan negara-negara di Timur. Hal itu berdampak pada minimnya bantuan negara-negara Timur Tengah untuk korban bencana di Indonesia, khususnya gempa bumi di Jogjakarta dan Padang.

2 komentar: